Pernahkah Anda membayangkan bagaimana nuansa Premier League Inggris nantinya jika sudah kehilangan pelatih sekelas Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger. Dua pelatih yang sempat menjadi musuh bebuyutan tetapi seiring bertambahnya usia, keduanya kini menjadi teman dekat.
Harus diakui, dua nama inilah yang membuat Liga Inggris berjalan lebih menarik pada pertengahan 90-an hingga awal-awal era 2000-an. Tidak hanya soal rivalitas sengit Manchester United dan Arsenal. Tetapi juga soal mind games (permainan pikiran lewat kata-kata di media) antara Ferguson dan Wenger yang selalu menarik. Memang pernah ada Kevin Keegan (Newcastle), Gianluca Vialli (Chelsea) atau Gerrard Houllier (Liverpool) yang sempat jadi primadona. Tetapi, nama mereka belum selevel Ferguson dan Wenger.
Salah satu kutipan mind games keduanya yang cukup terkenal adalah respon Wenger kepada Ferguson yang mengklaim bahwa MU adalah tim terbaik di Inggris meski Arsenal memenangi gelar pada 2002.
“Setiap orang berpikir bahwa mereka memiliki istri paling cantik di rumahnya. Ferguson seharusnya tenang saja. Mungkin akan lebih baik bagi dia jika dia menyandarkan kami di tembok dan menembaki kami,’ ujar Wenger.
Akan menjadi kehilangan besar bagi Liga Inggris jika Ferguson dan Wenger pensiun. Atau, Wenger memilih pergi meninggalkan Liga Inggris yang sudah ia akrabi sejak kedatangannya dari Jepang pada 1996 silam.
Nuansa kehilangan itu sempat dirasakan publik Inggris, terutama pers Inggris, ketika Jose Mourinho meninggalkan Chelsea pada 2007 lalu. Liga Inggris seperti kehilangan ‘tokoh antagonis’ handal. Mereka kehilangan pelatih yang dalam metafora kartun digambarkan sebagai “Donald bebek” karena saking cerewetnya.
Saya pribadi yang waktu itu kebetulan menulis di desk olahraga, juga ikut merindukan perang kata-kata antara Alex Ferguson dan Mourinho. Maklum, sejak Mourinho datang melatih Chelsea pada Juli 2004, Liga Primer Inggris menjadi lebih berwarna. Selain duel seru di lapangan, orang juga menanti duel seru antara Ferguson dan Mourinho. Selalu ada kalimat-kalimat menggelitik dalam mind games panas yang mereka lancarkan.
Kini, situasi seperti itu terjadi di Liga Spanyol setelah pelatih Barcelona Josep “Pep” Guardiola menyatakan mengakhiri kontraknya bersama “bukan klub biasa” itu. Publik Spanyol dan penyuka bola Spanyol, bakal kehilangan rivalitas sengit antara Pep Guardiola dan Jose Mourinho.
Rivalitas Mourinho-Guardiola sebenarnya sudah terbangun sebelum Mou melatih Real Madrid di awal musim 2010/11. Benih rivalitas itu langsung tumbuh subur ketika klub asuhan Mou, Inter Milan, mengandaskan Barcelona di semifinal Liga Champions 2009/10. Belum terlupakan ketika Mou merayakan lolosnya Inter ke final dengan berlarian di lapangan Nou Camp seperti seorang striker yang mencetak gol.
Namun, ketika Mou melatih Madrid, di musim pertamanya dia justru dipecundangi Guardiola. Di pertemuan el clasico pertama, Mou langsung malu besar kala Real dihajar 5-0 oleh Barca. Dari lima kali pertemuan, Mou hanya menang sekali di final Piala Raja. Sisanya dimenangi Guardiola yang berujung trofi Liga Spanyol dan Liga Champions bagi Barcelona. Itu serasa menampar harga diri Mou yang selama ini menyebut dirinya The Special One.
Kutipan yang paling terkenal dari Mou di musim itu adalah jelang Real meladeni Barca di semifinal Liga Champions melawan Barca. “Saya sudah berlatih dengan 10 pemain, bagaimana bermain dengan 10 orang. Karena saya ke sana saat di Chelsea, saya bermain dnegan 10 orang, ke sana dengan Inter juga berakhir dengan 10 orang, dan saya harus bermain dengan 10 pemain karena itu bisa terjadi lagi,” ujarnya.
Kini, setelah Guardiola mundur, musim depan Mou bakal kehilangan “musuh setara”. Mou bakal kehilangan nama yang secara persona bahkan dianggap lebih hebat darinya. Pengganti Pep, Tito Vilanova mungkin dianggap bisa sukses bersama Barca karena sudah hafal luar dalam sistem Barca. Tetapi, itu masih butuh bukti.
Jika masih tetap bersama Real Madrid, Mourinho akan merindukan rivalitasnya dengan Pep. Menarik ditunggu siapa “musuh” Mourinho di musim depan. Menarik ditunggu apakah Tito Vilanova cukup punya nyali untuk meladeni mind games ala Mou. Ya, Mou akan merindukan beradu strategi dengan Pep, merindukan beradu argumen dengan Pep. Simak komentar Mou perihal mundurnya Pep yang diblow up situs-situs sepak bola di Eropa, Selasa (1/5).
“Itu keputusan pribadinya (Pep Guardiola). Yang paling penting adalah dia senang dengan keputusannya. Saya sudah menjadi pelatih 12 tahun dan mundur pada bulan Juni adalah yang ideal karena tidak ada lagi pertandingan dan latihan. Tetapi, setiap orang berbeda. Saya harap Guardiola menikmati waktu rehat nya dan saya sampaikan pelukan hangat untuknya dari sini”.(*)
CONVERT DIPLOMA TO CERTIFICATION (Accredited Programs)
5 minggu yang lalu
{ 1 komentar... read them below or add one }
mkasih atas infonya,,
http://ichalrakot.blogspot.com/2013/09/obat-herbal-penyakit-kanker.html
kunjungi kami kembali
Posting Komentar